Asia Tenggara atau Indo-Melayu adalah tujuh dari wilayah kebudayaan atau peradaban islam yang terdiri dari beberapa wilayah kebudayaan arab, yaitu Islam Persia,Islam Turki, Islam Afrika (hitam), Islam Anak Benua India, Islam Indo-Melayu, dan terakhir peradaban Islam di western hemisphere. Sebagai bagian yang integral dari peradaban islam secara keseluruhan, maka fenomena dan ekspresi kebudayaan islam di wilayah Indo-Melayu memiliki cangkupan ciri-ciri universal, sehingga membuat kebudayaan di wilayah tertentu dapat disebut Islamiate (menggunakan istilah Hongson). Hongson merinci lebih jauh bahwa keagamaan islam dengan segala diversitasnya yang tetap mempertahankan suatu bentuk integritas yang secara khas lebih luas dari pada kristen dan budhisme. Akan tetapi pada saat yang sama, termasuk pula kawasa Indo-Melayu juga memiliki unsur-unsur yang khas bagi kawasan yang bersangkutan.
Islam masuk ke Asia Tenggara bukanlah dengan cara serta-merta,
melainkan melalui beberapa tahapan dan saluran yang menyebabkan penyebaran
Islam di Asia Tenggara dapat di terima oleh masyarakat Pribumi yaitu dengan
jalan damai bukan dengan paksaan dan bukan pula dengan jalur penaklukan seperti
dibeberapa negara islam di belahan bumi lainnya seperti penaklukan di Arab,
Turki dan Konstantinopel (Spanyol). Penetrasi Islam melalui tahapan-tahapan
yang berlangsung dalam Penyebaran Islam di Asia Tenggara antara lain terbagi
kepada tiga tahapan yaitu :
1.
Tahap Pertama, yaitu tahapan yang ditandai dengan mulainya kedatangan
Islam yang kemudian diikuti dengan kemerosotan, yang pada akhirnya ditandai
dengan keruntuhan kerajaan Majapahit pada kurun abad keempat belas dan lima
belas.
2.
Tahap Kedua, yaitu tahapan yang dimual sejak datang dan mapannya
kekuasaan kolonialisme belanda di Indonesia, Inggris di Semenanjung Malaya, dan
Spanyol di Filipina sampai abad ke sembilan belas.
3.
Tahap Ketiga, yaitu tahapan yang permulaannya ditandai pada abad ke-20
dengan terjadinya liberalisasi kebijakan pemerintah kolonial terutama di
Indonesia.
Akan tetapi ketiga
tahapan penetrasi Islam tersebut masih awal dan terbatas pada kota-kota
pelabuhan, yang kemudian barulah memasuki wilayah pesisir dan pedesaan. Nah,
pada tahapan inilah para ulama,ustadz (guru toriqah) dan para muridnya memiliki
peranan penting dalam penyebaran dakwah Islam. Bahkan hal menariknya lagi
mereka pada umumnya memperoleh petronasi dari para
penguasa lokal. Pada tahapan awal ini sangat diwarnai aspek tasawuf (Islam
tasawuf lebih unggul) atau mistik ajaran islam, tapi tidak mengenyampingkan
aspek syariah.
hal ini berlangsung
hingga abad ke-17. Keadaan ini terjadi karena ajaran Islam yang masuk ke Asia
Tenggara memiliki kecocokan dengan latar belakang para masayarakat setempat
yang masih dipengaruhi oleh eksestisme Hindu-Budha dan sikretisme kepercayaan
lokal. Dan selain itu tarekat-tarekat sufi juga memiliki kecenderungan bersikap
toleran pada ajaran atau pemikiran lokal (tradisional). Sementara itu, pada
proses Islamisasi di Asia Tenggara terdapat fase-fase kontak sosial-budaya antara pedagang muslim dengan para
masyarakat pribumi setempat, meliputi :
1. Kehadiran pedagang muslim
ditengah masyarakat pribumi, para ulama yang datang melalui saluran perdagangan
yang membawa ajaran islam dengan beberapa cara efektif untuk penyebaran ajaran
islam kepada masyarakat pribumu setempat. Baik menetap sementara ataupun
selamanya.
2.
Terbentuknya kerajaan
Islam, melalui komunitas islam yang terbentuk karena perkumpulan masyarakat
pribumi yang menerima ajaran islam yang menjadi penganutnya, sehingga
terbentuklah kerajaan-kerajaan islam, dan raja islam yang
pertama sekali terdapat pada pesisir pantai sumatera yaitu
di daerah Aceh.
3.
Pelembagaan islam,
pelembagaan yang terbentuk karena adanya kerajaan-kerajaan islam di Asia
Tenggara yang dipimpin oleh seorang raja dan membentuk pelembagaan dengan
strukturalisasinya untuk mengatur
kerajaan tersebut.
Gambaran mengenai Islam
di Asia Tenggara tidaklah monolitik.Kompleksitas suku,budaya,bahasa dapat
disatukan dan dihomogenkan dengan satu, yaitu Islam.
Selain itu, selama proses
Islamisasi di Asia Tenggara para ulama dan penyebar islam pun menggunakan
beberapa pendekatan atau Saluran
yang dikemukakan oleh
Uka Tjandrassasmita yaitu
:
Pada permulaanya, proses masuknya Islam
adalah melalui jalur perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad
ke-7 hingga ke-16 membuat pedagang Muslim
(Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan
dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia. Pedagang muslim
datang kesuatu tempat tersebut bukanlah dengan kesengajaan namun, ketika mereka
sedang berlayar dan pada saat itu mereka kehabisan bahan makanan,bakar dll
sehingga mengharuskan mereka untuk menepi kepesisir pantai untuk mempersiapkan
keperluan berlayarnya serta menyebarkan
ajaran Islam kepada masyarakat pribumi pesisir pantai. Bahkan kedatngan para
pedagang muslim itu membuat para penguasa lokal ikut serta Dalam kegiatan
perdagangan tersebut, dengan cara menanamkan saham serta membeli dan menjadi
pemilik kapal-kapal.sehingga pada tahap awal ini, keberhasilan yang terjadi
antara lain adalah berdirinya masjid-masjid dan mererka berhasil Mereka
berhasil mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi
banyak.
2. Saluran
perkawinan
Dari sisi ekonominya, para pedagang
Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi,
Selain faktor ketampanan, kecerdasan dan kelebihan financial yang dimiliki oleh
para pedagang muslim tersebut, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri
bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin
mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, maka lingkungan
mereka makin luas, sehingga timbullah komunitas-komunitas muslim,
kampung-kampung, daerah-daerah dan pada akhirnya terbentuklah kerajaan Muslim.
Dalam perkembangan berikutnya, ada pula
wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah mereka
masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila
antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati,
karena raja dan adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses
Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau sunan Ampel
dengan Nyai Manila.Sehingga dengan jalur inilah proses Islamisasi akan berjalan
lebih cepat dan efektif.
3. Saluran
Tasawuf
Kemudian
selain dua jalur tadi, Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi juga ikut serta
didalam proses Islamisasi di Asia Tenggara dengan cara mengajarkan teosofi yang
bercampur dengana ajaran yang telah dikenal luas oleh masyarakat setempat
terutama Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan
mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka juga ada yang
mengawini puteri-puteri bangsawab setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang
diajarkan kepada penduduk pribumi memiliki kesamaan corak dengan eksestisme Hindu-Budha
dan sikretisme kepercayaan lokal. Dan selain itu tarekat-tarekat sufi juga
memiliki kecenderungan bersikap toleran pada ajaran atau pemikiran lokal
(tradisional). sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima.
Diantara para memberikan
ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu
adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Selain itu, para sufi yang terkenal
juga seperti Abdul qadir jaelani dan Ahmad Ar-rifa’i dengan keseniannya yang
dikenal dengan kesenian Rapa’i di Aceh pemujaan kepada Allah dengan kesenian
gambus yang dimainkan. Ajaran mistik seperti ini masih dikembangkan di abad
ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
4. Saluran
prendidikan
Islamisasi
juga dilakukan dengan jalur pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang
diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau
pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah
mereka mendapatkan ilmu yang tinggi dari pesantren maka mereka akan menyebarkan
ilmu mereka ketengah masyarakat awam lainnya. Misalnya, pesantren yang
didirikan oleh Raden rahmat di Ampel Denta Surabaya.
5. Saluran
kesenian
Saluran
Islamisasi melalui jalur kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan
wayang. Seperti yang di contohkan atau yang telah dilakukan oleh Sunan Klaijaga
dalam penyebaran Islam di Indonesia. Pertunjukan wayang tersebut tidak memungut
upah dari para penontonnya, melainkan Sunan Kalijaga hanya meminta mereka untuk
mengikuti mengucapkan kalimat syahadah. Kesenian-kesenian lainnya juga
dijadikan alat untuk proses Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan
sebagainya), seni bangunan, pahat, kaligrafi dan seni ukir lainnya.
6. Saluran
politik
Selain
itu mereka juga mengembangkan penyebaran islam melalui jalur politik dengan
cara mengambil alih pemerintahan tanpa memaksakan masyarakatnya untuk menganut
islam. Akan tetapi seperti yang terjadi Di Maluku
dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya
memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu
tersebarnya Islam di daerah ini.