Rabu, 30 Desember 2015


       Asia Tenggara atau Indo-Melayu adalah tujuh dari wilayah kebudayaan atau peradaban islam yang terdiri dari beberapa wilayah kebudayaan arab, yaitu Islam Persia,Islam Turki, Islam Afrika (hitam), Islam Anak Benua India, Islam Indo-Melayu, dan  terakhir peradaban Islam di western hemisphere. Sebagai bagian yang integral dari peradaban islam secara keseluruhan, maka fenomena dan ekspresi kebudayaan islam di wilayah Indo-Melayu memiliki cangkupan ciri-ciri universal, sehingga membuat kebudayaan di wilayah tertentu dapat disebut Islamiate (menggunakan istilah Hongson). Hongson merinci lebih jauh bahwa keagamaan islam dengan segala diversitasnya yang tetap mempertahankan suatu bentuk integritas yang secara khas lebih luas dari pada kristen dan budhisme. Akan tetapi pada saat yang sama, termasuk pula kawasa Indo-Melayu juga memiliki unsur-unsur yang khas bagi kawasan yang bersangkutan.

       Islam masuk ke Asia Tenggara bukanlah dengan cara serta-merta, melainkan melalui beberapa tahapan dan saluran yang menyebabkan penyebaran Islam di Asia Tenggara dapat di terima oleh masyarakat Pribumi yaitu dengan jalan damai bukan dengan paksaan dan bukan pula dengan jalur penaklukan seperti dibeberapa negara islam di belahan bumi lainnya seperti penaklukan di Arab, Turki dan Konstantinopel (Spanyol). Penetrasi Islam melalui tahapan-tahapan yang berlangsung dalam Penyebaran Islam di Asia Tenggara antara lain terbagi kepada tiga tahapan yaitu :

1.    Tahap Pertama, yaitu tahapan yang ditandai dengan mulainya kedatangan Islam yang kemudian diikuti dengan kemerosotan, yang pada akhirnya ditandai dengan keruntuhan kerajaan Majapahit pada kurun abad keempat belas dan lima belas.

2.    Tahap Kedua, yaitu tahapan yang dimual sejak datang dan mapannya kekuasaan kolonialisme belanda di Indonesia, Inggris di Semenanjung Malaya, dan Spanyol di Filipina sampai abad ke sembilan belas.


3.    Tahap Ketiga, yaitu tahapan yang permulaannya ditandai pada abad ke-20 dengan terjadinya liberalisasi kebijakan pemerintah kolonial terutama di Indonesia.
Akan tetapi ketiga tahapan penetrasi Islam tersebut masih awal dan terbatas pada kota-kota pelabuhan, yang kemudian barulah memasuki wilayah pesisir dan pedesaan. Nah, pada tahapan inilah para ulama,ustadz (guru toriqah) dan para muridnya memiliki peranan penting dalam penyebaran dakwah Islam. Bahkan hal menariknya lagi mereka pada umumnya memperoleh petronasi dari para penguasa lokal. Pada tahapan awal ini sangat diwarnai aspek tasawuf (Islam tasawuf lebih unggul) atau mistik ajaran islam, tapi tidak mengenyampingkan aspek syariah. 

       hal ini berlangsung hingga abad ke-17. Keadaan ini terjadi karena ajaran Islam yang masuk ke Asia Tenggara memiliki kecocokan dengan latar belakang para masayarakat setempat yang masih dipengaruhi oleh eksestisme Hindu-Budha dan sikretisme kepercayaan lokal. Dan selain itu tarekat-tarekat sufi juga memiliki kecenderungan bersikap toleran pada ajaran atau pemikiran lokal (tradisional). Sementara itu, pada proses Islamisasi di Asia Tenggara terdapat fase-fase kontak sosial-budaya antara pedagang muslim dengan para masyarakat pribumi setempat, meliputi :

1.  Kehadiran pedagang muslim ditengah masyarakat pribumi, para ulama yang datang melalui saluran perdagangan yang membawa ajaran islam dengan beberapa cara efektif untuk penyebaran ajaran islam kepada masyarakat pribumu setempat. Baik menetap sementara ataupun selamanya.
2.    Terbentuknya kerajaan Islam, melalui komunitas islam yang terbentuk karena perkumpulan masyarakat pribumi yang menerima ajaran islam yang menjadi penganutnya, sehingga terbentuklah kerajaan-kerajaan islam, dan raja islam yang
pertama sekali terdapat pada pesisir pantai sumatera yaitu di daerah Aceh.
3.    Pelembagaan islam, pelembagaan yang terbentuk karena adanya kerajaan-kerajaan islam di Asia Tenggara yang dipimpin oleh seorang raja dan membentuk pelembagaan dengan strukturalisasinya  untuk mengatur kerajaan tersebut.

     Gambaran mengenai Islam di Asia Tenggara tidaklah monolitik.Kompleksitas suku,budaya,bahasa dapat disatukan dan dihomogenkan dengan satu, yaitu Islam.
Selain itu, selama proses Islamisasi di Asia Tenggara para ulama dan penyebar islam pun menggunakan beberapa pendekatan atau Saluran yang dikemukakan oleh
Uka Tjandrassasmita yaitu :


1.    Saluran perdagangan
       Pada permulaanya, proses masuknya Islam adalah melalui jalur perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia. Pedagang muslim datang kesuatu tempat tersebut bukanlah dengan kesengajaan namun, ketika mereka sedang berlayar dan pada saat itu mereka kehabisan bahan makanan,bakar dll sehingga mengharuskan mereka untuk menepi kepesisir pantai untuk mempersiapkan keperluan berlayarnya serta  menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat pribumi pesisir pantai. Bahkan kedatngan para pedagang muslim itu membuat para penguasa lokal ikut serta Dalam kegiatan perdagangan tersebut, dengan cara menanamkan saham serta membeli dan menjadi pemilik kapal-kapal.sehingga pada tahap awal ini, keberhasilan yang terjadi antara lain adalah berdirinya masjid-masjid dan mererka berhasil Mereka berhasil mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak.


2.    Saluran perkawinan
       Dari sisi ekonominya, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, Selain faktor ketampanan, kecerdasan dan kelebihan financial yang dimiliki oleh para pedagang muslim tersebut, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, maka lingkungan mereka makin luas, sehingga timbullah komunitas-komunitas muslim, kampung-kampung, daerah-daerah dan pada akhirnya terbentuklah kerajaan Muslim.
       Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai Manila.Sehingga dengan jalur inilah proses Islamisasi akan berjalan lebih cepat dan efektif.

3.    Saluran Tasawuf
       Kemudian selain dua jalur tadi, Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi juga ikut serta didalam proses Islamisasi di Asia Tenggara dengan cara mengajarkan teosofi yang bercampur dengana ajaran yang telah dikenal luas oleh masyarakat setempat terutama Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka juga ada yang mengawini puteri-puteri bangsawab setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi memiliki kesamaan corak dengan eksestisme Hindu-Budha dan sikretisme kepercayaan lokal. Dan selain itu tarekat-tarekat sufi juga memiliki kecenderungan bersikap toleran pada ajaran atau pemikiran lokal (tradisional). sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara para memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Selain itu, para sufi yang terkenal juga seperti Abdul qadir jaelani dan Ahmad Ar-rifa’i dengan keseniannya yang dikenal dengan kesenian Rapa’i di Aceh pemujaan kepada Allah dengan kesenian gambus yang dimainkan. Ajaran mistik seperti ini masih dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.

4.    Saluran prendidikan
       Islamisasi juga dilakukan dengan jalur pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah mereka mendapatkan ilmu yang tinggi dari pesantren maka mereka akan menyebarkan ilmu mereka ketengah masyarakat awam lainnya. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden rahmat di Ampel Denta Surabaya.


5.    Saluran kesenian
       Saluran Islamisasi melalui jalur kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Seperti yang di contohkan atau yang telah dilakukan oleh Sunan Klaijaga dalam penyebaran Islam di Indonesia. Pertunjukan wayang tersebut tidak memungut upah dari para penontonnya, melainkan Sunan Kalijaga hanya meminta mereka untuk mengikuti mengucapkan kalimat syahadah. Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat untuk proses Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan, pahat, kaligrafi dan seni ukir lainnya.


6.    Saluran politik                                                                                        
       Selain itu mereka juga mengembangkan penyebaran islam melalui jalur politik dengan cara mengambil alih pemerintahan tanpa memaksakan masyarakatnya untuk menganut islam. Akan tetapi seperti yang terjadi Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini.